2.1.
Karakteristik Waduk
2.1.1.
Umum
Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan
tampungan sumber air agar bisa digunakan saat dibutuhkan. Tampungan
yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan tertentu tergantung
tiga faktor, yaitu:
1.
Variabilitas
aliran sungai.
2.
Ukuran
permintaan.
3. Tingkat
kendalan dari pemenuhan permintaan.
Dalam bentuk yang paling sederhana, masalah
waduk dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Idealisasi masalah kapasitas dan
kemampuan waduk
Sumber : eprints.undip.ac.id/34513/5/1501_chapter_II.pdf
Rangkaian aliran di sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk
memenuhi permintaan air dengan kebutuhan yang tertentu D(t). Dengan demikian
pertanyaan yang muncul dapat berupa, berapa besar kapasitas waduk (C) yang
harus disediakan bagi suatu pelepasan yang terkendali (release) dengan tingkat keandalan yang dapat diterima. Mungkin ada
variasi lain dari pertanyaan ini, misalnya menentukan pelepasan bagi suatu
kapasitas tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama yaitu hubungan antara
karakteristik aliran masuk (inflow),
kapasitas waduk, pelepasan yang terkendali (release)
dan keandalan yang ditemukan.
2.1.2. Tampungan-tampungan Dalam Waduk
Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah
sebagai berikut:
1. Tampungan
berguna (usefull storage), menurut
Seyhan (Seyhan, 1979:24), adalah volume tampungan diantara permukaan genangan
minimum (Low Water Level = LWL) dan
permukaan genangan normal (Normal Water
Level = NWL).
2. Tampungan
tambahan (surcharge storage) adalah
volume air diatas genangan normal selama banjir. Untuk beberapa saat debit
meluap melalui pelimpah. Kapasitas tambahan ini biasanya tidak terkendali,
dengan pengertian adanya hanya pada waktu banjir dan tidak dapat dipertahankan
untuk penggunaan selanjutnya (Linsey, 1985:65).
3. Tampungan mati
(daed storage) adalah volume air yang
terletak dibawah permukaan genangan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan
dalam pengoperasian waduk.
4. Tampungan tebing (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung di dalam
susunan tanah pervious dari tebing
dan lembah sungai. Kandungan
air tersebut tergantung dari keadaan geologi tanah.
5. Permukaan
genangan normal (normal water level/NWL),
adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan
genangan minimum (low water level/LWL),
adalah elevasi terendah bila tampungan dilepaskan pada kondisi normal,
permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi dari bangunan pelepasan yang
terendah.
7. Permukaan
genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir maksimum direncanakan terjadi (flood water level/FWL).
8. Pelepasan (realese), adalah volume air yang
dilepaskan secara terkendali dari suatu waduk selama kurun waktu tertentu.
9. Periode
kritis (critical periode), adalah
periode dimana sebuah waduk berubah dari kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa
melimpah selama periode itu. Awal periode kritis adalah keadaan waduk penuh dan
akhir periode kritis adalah ketika waduk pertama kali kosong.
Gambar
2.2. Zona-zona Tampungan Waduk
Sumber
: http://www.freevynou.com
2.1.3.
Kapasitas Tampungan Beberapa Waduk Besar
Tabel 2.1. Kapasitas Tampungan Waduk di
Indonesia
No
|
Nama Bendungan
|
Vol.
Waduk pada kondisi tertentu (juta m3)
|
|||
m.a
banjir
|
m.a
normal
|
Vol. mati
|
Vol. efektif
|
||
1.
|
Saguling
|
970
|
875
|
264
|
661
|
2.
|
Cirata
|
2165
|
2165
|
177
|
796
|
3.
|
Juanda
|
2893
|
2556
|
960
|
1790
|
4.
|
Sutami (karang kates)
|
390
|
343
|
90
|
253
|
5.
|
Mrican
|
50
|
193.50
|
146.50
|
47
|
6.
|
Wonogiri
|
735
|
560
|
120
|
440
|
7.
|
Wonorejo
|
259
|
122
|
16
|
106
|
8.
|
Kedungombo
|
986
|
723
|
88.4
|
634.6
|
Sumber : http://pustaka.pu.go.id
2.1.4. Usia Guna
Waduk
Usia guna waduk adalah masa
manfaat waduk dalam menjalankan fungsinya, sampai terisi penuh oleh sedimen
kapasitas tampungan matinya. Dalam penjelasan ini untuk memprediksikan usia
guna waduk berdasarkan pada dua cara, yaitu:
1. Perkiraan Usia
Guna Berdasarkan Kapasitas Tampungan Mati (Dead
Storage)
Perhitungan
ini berdasarkan pada berapa waktu yang dibutuhkan oleh sedimen untuk mengisi
kapasitas tampungan mati. Dengan diketahui besarnya kapasitas tampungan mati
dan besarnya kecepatan laju sedimen yang mengendap, maka akan diketahui waktu
yang dibutuhkan sedimen untuk mengisi pada daerah tampungan mati. Semakin
bertambah umur maka semakin berkurang kapasitas tampungan matinya, yang
kemudian akan mengganggu pelaksanaan operasional waduk. Sehingga hal ini
merupakan acuan untuk memprediksikan kapan kapasitas tampungan mati tersebut
akan penuh.
1. Perkiraan Usia Guna Berdasarkan Besarnya Distribusi
Sedimen Yang Mengendap Di Tampungan Dengan Menggunakan The
Empirical Area Reduction Method
Metode ini pertama kali diusulkan oleh Lane dan Koezler
( 1935 ), yang kemudian dikembangkan oleh Borland Miller (1958, dalam
USBR,1973) dan Lara (1965, dalam USBR,1973). Dengan metode ini dapat diprediksi
bagaimana sedimen terdistribusi di dalam waduk pada masa-masa yang akan datang.
Dalam perhitungan ini sebagai acuan untuk menentukan usia guna waduk berdasar
pada hubungan fungsi antara luas genangan dengan elevasi genangan dan kapasitas
tampungan. Sebagai patokan elevasi pintu pengambilan sebagai acuannya. Sehingga
apabila elevasi pintu pengambilan akan dicapai oleh elevasi endapan sedimen,
maka kegiatan operasional waduk akan terganggu, yang pada akhirnya secara
teknis akan mengakibatkan tidak berfungsinya waduk.
2.1.5. Unsur-unsur
Kapasitas Waduk
Tampungan yang dibutuhkan di suatu
sungai untuk memenuhi permintaan tertentu bergantung pada tiga faktor
(Mc.Mahon, 1976) , yaitu:
1.
Unsur-unsur aliran sungai
2.
Ukuran permintaan
3.
Tingkat keandalan
dari pemenuhan permintaan
Dalam bentuknya yang
paling sederhana, masalah yang ditangani dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3. Idealisasi masalah kapasitas kemampuan waduk
Sumber: Soedibyo, Teknik Bendungan
Rangkaian aliran sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air dengan kebutuhan yang tertentu D(t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah (low flow) dari sungai itu perlu diperbesar. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan dapat berupa berapa besarnya kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu pelepasan atau draft yang terkendali D(t) dengan tingkat keandalan yang bisa diterima, mungkin ada variasi lain dari pertanyaan ini misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama, yaitu hubungan antara karakteristik aliran masuk (inflow), pelepasan yang terkendali dan keandalan harus ditemukan.
2.1.5.1 Unsur-Unsur Aliran
Sungai
Unsur-unsur aliran sungai ini diperlukan untuk menentukan besarnya
tampungan yang perlu dibangun agar dapat memenuhi permintaan. Di bawah ini diberikan penjelasan
tentang unsur-unsur aliran sungai yang berperan dalam penentuan kapasiras
tampungan waduk, antara lain:
a. Debit: Volume air yang mengalir
per satuan waktu melewati suatu penampang melintang palung sungai, pipa,
pelimpah, aquifer dan sebagainya.
b. Limpasan (run off): Semua air yang bergerak ke luar dari pelepasan (outlet) daerah pengaliran ke dalam
sungai melewati rute, baik di atas permukaan maupun lewat bawah tanah sebelum municipal sungai tersebut.
c. Limpasan
permukaan (surface run off): Limpasan
air yang selalu mengalir di atas permukaan tanah.
d. Limpasan
bawah tanah (subsurface run off):
Limpasan air yang selalu melewati rute bawah tanah, dan waktu meninggalkan daerah
pengaliran pada pelepasannya berupa aliran permukaan (surface stream).
e. Limpasan bulanan: Volume air
selama bulan tertentu atau ekuivalen
dengan debit rata-rata dalam bulan tersebut.
f. Limpasan rata-rata bulanan atau tahunan: Harga rata-rata
aliran dalam tiap bulan suatu tahun atau aliran tahunan.
2.1.5.2. Ukuran
Permintaan
Kapasitas waduk yang
dibangun harus disesuaikan dengan ukuran permintaan yang harus dapat dipenuhi
oleh waduk tersebut. Adapun hal tersebut tergantung oleh jumlah penduduk, jumlah
lahan yang perlu diairi, jenis tanaman, jenis tanah, cara pemberian air, cara
pengelolaan dan pemeliharaan saluran, iklim, cuaca, dan lain-lain.
2.1.6. Flood Routing (Penelusuran Banjir)
Flood routing atau penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf disuatu
titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan
hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai
atau lewat waduk.
Tujuan
penelusuran banjir adalah sebagai berikut:
a. Peramalan banjir
jangka pendek
b.
Perhitungan
hidrograf satuan pada berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf satuan di
suatu titik di sungai tersebut.
c.
Peramalan
terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan palung sungai
(misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan tanggul).
d.
Derivasi
hidrograf sintetik
Pada dasarnya
penelusuran banjir lewat palung sungai merupakan persoalan aliran tidak tunak (non steady flow) sehingga oleh karenanya
dapat dicari penyelesaiannya. Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan,
maka penyelesaian persamaan dasar alirannya akan sangat sulit. Dengan
menggunakan cara karakteristik atau finite
element akan daat diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih
memerlukan usaha yang sangat besar.
Cara penelusuran banjir
yang akan diuraikan pada bab ini tidak didasarkan pada hukum-hukum dasar
hidrolika, yang ditinjau disini hanyalah hukum kontinuitas, sedangkan persamaan
keduanya didapatkan secara empiris pada pengamatan banjir. Oleh karena
berlakunya cara ini harus diperiksa untuk setipa kasus khusus.
Penelusuran lewar waduk, dimana penampangnya
adalah merupakan fungis dari aliran keluar (outflow),
maka cara penyelesaiannya dapat ditempuh dengan cara yang lebih eksak.
2.1.6.1. Penelusuran Banjir Lewat Palung Sungai
Penelusuran banjir dengan cara
Muskingum berlaku dalam kondisi:
1.
Tidak ada anak sungai yang masuk ke
dalam bagian memanjang palung sungai yang ditinjau.
2. Penambahan atau kehilangan air oleh
curah hujan, aliran masuk atau keluar air tanah dan evaporasi, kesemuanya ini
diabaikan.
Persamaan kontinuitas yang umum dipakai
dalam penelusuran banjir adalah:
dengan:
I = debit yang masuk ke permulaan bagian
memanjang palung sungai (m3/dt)
Q =
debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai (m3/dt)
s =
besarnya tampungan (storage) dalam
bagian memanjang palung sungai yang ditinjau (m3)
dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari)
Kalau penelusurannya duibah dari dt menjadi ∆t
maka:
Dalam mana indeks-indeks 1 merupakan pada saat permulaan
periode penelusuran, dan indeks-indeks 2 merupakan keadaan pada akhir peroide
penelusuran.
Dalam
persamaan (2-2) tersebut, I1 dan I2 dapat diketahui dari
hidrograf debit masuk yang diukur besarnya Q1 dan S1
diketahui dari periode sebelumnya. Q2 dan S2 tidak
diketahui.
Ini
berarti diperlukan persamaan kedua. Kesulitan terbesar dalam penelusuran banjir
lewat palung sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada penelusuran
banjir lewat waduk, persamaan tersebut lebih sederhana, yaitu Q2 = f
(S2).
Tetapi
pada penelusuran lewat palung sungai besarnya tampungan tergantung pada debit
masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut kepada debit masuk dan debit
keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan Q pada palung sungai hanya
berlaku untuk hal-hal yang khusus, yang bentuknya adalah sebagai berikut:
S = k {x I + (1-x) Q}
k
dan x ditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing-masing
diamati pada saat bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang
palung sungai yang ditinjau.
Karena S mempunyai dimensi volume,
sedangkan I dan Q berdimensi debit, maka k harus dinyatakan dengan dimensi
waktu (jam atau hari).
Dari
persamaan (2-2) dapat dibuat persamaan berikut:
S1 =
k {x I1 + (1-x) Q1}
S2 =
k {x I2 + (1-x) Q2}
Dari persamaan didapat:
Q2 = c0
I2 + c1 I1 + c2 Q1
2.1.6.2. Penelusuran Banjir Lewat Waduk
Penelusuran lewat waduk, di mana
penampungannya adalah merupakan fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya
lebih eksak.
I1 dan I2
diketahui dari hidrograf debit masuk ke waduk, jika periode penelusuran (Flood Routing) Dt telah
ditentukan.
S1 merupakan tampungan waduk pada
permulaan periode penelusuran yang diukur dari datum fasilitas pengeluaran
(puncak bangunan pelimpah atau spillway
atau sumbu terowongan outlet).
Pada umumnya
kecepatan air di waduk di depan ambang bangunan pelimpah sangat kecil, sehingga
dapat diabaikan. Kalau fasilitas pengeluarannya berupa terowongan, maka harus
diperhitungkan terhadap dua macam keadaan:
1.
Pada saat seluruh panjang terowongan
belum terisi penuh oleh air, sehingga masih belum berupa aliran alur terbuka.
Dalam hal ini digunakan rumus kontinuitas Q = V.A, dimana V menggunakan rumus
Manning.
2. Pada saat seluruh panjang terowongan
penampang atau profil alirannya terisi penuh oleh air,sehingga terjadi aliran
tekan atau aliran pipa. Dalam hal demikian kecepatan airnya ditentukan oleh
perbedaan tinggi tekanan di permulaan dan ujung terowongan. Perbedaan tekanan
tersebut merupakan penjumlahan dari kehilangan energi yang dipengaruhi oleh
bentuk inlet terowongan, kekasaran dinding terowongan, adanya penyempitan atau
pelebaran dalam terowongan, adanya belokan dan bentuk outlet terowongan.
Pada
suatu elevasi muka air setinggi kurang lebih 1,5 kali diameter terowongan di atas
sumbu terowongan di hulu inlet terjadi peralihan dari aliran alur bebas menjadi
aliran tekan. Karena peralihan tersebut tidak dapat ditentukan pada ketinggian
yang tepat.
2.2. Lengkung Kapasitas Waduk
2.2.1. Umum
Lengkung
kapasitas waduk (storage capacity curve
of reservoir) merupakan suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara luas
muka air (reservoir area), volume (storage capasity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung
kapasitas waduk ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi
tertentu, sehingga dapat ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan untuk
mendapatkan besarnya volume tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini
juga dipergunakan untuk menentukan
besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air
pada elevasi tertentu.
Tabel 2.2. Kapasitas Tampungan Waduk Peudada
No
|
Elevasi
|
A
|
V
|
(m)
|
(km²)
|
(E-6.m³)
|
|
1.00
|
40.00
|
0.00
|
0.00
|
2.00
|
45.00
|
0.01
|
0.00
|
3.00
|
50.00
|
0.27
|
0.23
|
4.00
|
55.00
|
0.53
|
0.86
|
5.00
|
60.00
|
0.78
|
2.14
|
6.00
|
65.00
|
0.99
|
4.09
|
7.00
|
70.00
|
1.14
|
8.04
|
8.00
|
75.00
|
2.33
|
15.61
|
9.00
|
80.00
|
3.45
|
28.95
|
Sumber : http:/pustaka.pu.go.id
Tabel 2.3. Kapasitas Tampungan Waduk Batang Agam
Elevasi (+m)
|
Luas Genangan (m2)
|
Volume Tampungan (m3)
|
Vol. Tampungan Kumulatif (m3)
|
15,00
|
0,00
|
0
|
0.00
|
20,00
|
1823284,00
|
3038806,67
|
3038806,67
|
25,00
|
4196388,00
|
14642922,57
|
17681729,24
|
30,00
|
6321203,00
|
26113253,65
|
43794982,89
|
35,00
|
8236006,00
|
36287620,30
|
80082603,19
|
40,00
|
9816711,00
|
45074011,82
|
125156615,01
|
45,00
|
12849639,00
|
56496016,02
|
181652631,03
|
50,00
|
14881061,00
|
69264661,37
|
250917292,4
|
55,00
|
16534168,00
|
78501802,18
|
329419094,58
|
Sumber : http:/pustaka.pu.go.id
2.2.2.
Lengkung Kapasitas Waduk di Indonesia
Gambar 2.4. Lengkung Kapasitas Waduk Peudada
Sumber
: http:/pustaka.pu.go.id
Gambar 2.5. Lengkung Kapasitas Waduk Batang Agam
Sumber
: http:/pustaka.pu.go.id
2.3. Inflow
Tampungan Waduk
2.3.1. Umum
Rangkaian air yang memberikan kontribusi sebagai debit inflow sungai antara lain adalah berasal
dari presipitasi (atau saluran) langsung, debit air tanah, dan termasuk juga
limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
volume total limpasan:
1. Faktor-faktor
iklim:
a.
Banyaknya
presepitasi.
b.
Banyaknya evapotranspirasi.
2. Faktor-faktor
DAS:
a.
Ukuran
daerah aliran sungai.
b.
Tinggi tempat
rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
aliran waktu limpasan:
1. Faktor-faktor
meteorologis:
a.
Presipitasi.
b.
Intensitas curah hujan.
c.
Lamanya curah hujan.
d.
Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran.
e.
Arah pergerakan curah hujan.
f.
Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah.
g.
Kondisi-kondisi
meteorologi yang lain.
2.
Faktor-faktor
daerah aliran sungai:
a.
Topografi.
b.
Geologi.
c.
Tipe tanah.
d.
Vegetasi.
e.
Jaringan drainasi.
3. Faktor-faktor
manusiawi:
a.
Struktur hidrolik.
b.
Teknik-teknik pertanian.
c.
Urbanisasi.
2.3.2. Macam Limpasan
2.3.2.1.
Limpasan
Permukaan
Limpasan permukaan merupakan
limpasan air yang mengalir di atas permukaan tanah. Limpasan permukaan berasal
dari air hujan yang terus mengalir karena tidak ada tanaman yang menghambatnya.
Limpasan
permukaan disebut juga run off.
2.3.2.2.
Limpasan Bawah
Permukaan
Limpasan air yang selalu mengalir di bawah permukaan tanah, dan pada
waktu meninggalkan daerah pengaliran pada pelepasaannya berupa aliran
permukaan.
2.3.3. Debit Andalan
Debit andalan diartikan sebagai debit yang tersedia untuk
keperluan tertentu (seperti irigasi,
PLTA, air minum dan lain-lain) sepanjang tahun, dengan resiko kegagalan yang
telah diperhitungkan. Menurut
pengamatan, besarnya andalan yang diambil untuk mengoptimalkan penggunaan
air dibeberapa macam proyek adalah sebagai berikut (CD. Soemarto,1986:214)
Tabel 2.4. Besarnya andalan untuk berbagai kegunaan
Kegunaan
|
Keandalan
|
1.
Penyediaan
air minum
2.
Penyediaan
air indutri
3.
Penyediaan
air irigasi untuk
-
Daerah
iklim setengah lembab
-
Daerah
iklim kering
4.
Pembangkit
listrik tenaga air (PLTA)
|
99
%
95
– 98 %
75
– 85 %
80
– 95 %
85
– 90 %
|
Sumber : C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik
Ada berbagai cara untuk menentukan debit andalan,
masing-masing cara mempunyai ciri khas sendiri-sendiri. Pemilihan metode yang
sesuai umumnya didasarkan atas pertimbangan data yang tersedia, jenis
kepentingan dan pengalaman. Metode-metode untuk analisis debit andalan tersebut
antara lain berikut:
a.
Metode
Karakteristik aliran (flow characteristic)
Perhitungan debit andalan dengan metode ini antara lain memakai data yang
didapatkan berdasar karakteristik alirannya.
Metode ini umumnya dipakai untuk:
1.
Daerah pengaliran
sungai (DPS) dengan fluktuasi maksimum dan minimumnya relatif besar dari tahun
ke tahun.
2. Kebutuhan yang
relatif tidak konstan sepanjang tahun.
3. Data yang tersedia cukup panjang.
Karakteristik aliran dalam hal ini
dihubungkan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Tahun normal,
jika debit rata-rata tahunannya sama dengan atau mendekati debit rata-rata dari
tahun ke tahun.
2.
Tahun kering,
jika debit rata-rata tahunannya di bawah debit rata-rata dari tahun ketahun.
3.
Tahun basah, jika
debit rata-rata tahunannya diatas debit rata-rata dari tahun ketahun.
b.
Metode
tahun penentu (basic year).
c.
Penentuan debit
andalan dengan menggunakan metode ini antara lain dengan menentukan suatu tahun
tertentu sebagai dasar perencanaan.
d.
Metode
bulan penentu.
e. Metode ini seperti
pada karakteristik aliran tetapi hanya dipilih bulan tertentu sebagai dasar
perencanaan.
f. Metode Q
rata-rata minimum.
Penentuan debit andalan dengan metode ini berdasar data
debit rata-rata bulanan yang minimum ini biasanya dipakai untuk:
1.
DPS dengan fluktuasi debit maksimum dan
minimum tidak terlalu besar dari tahun ke tahun.
2.
Kebutuhan relatif konstan sepanjang
tahun.
Metode yang
digunakan dalam studi ini adalah metode karakteristik aliran.
Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminologi debit
dinyatakan sebagai berikut:
1. Debit air cukup
(affluent), yaitu debit yang
dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95 hari dalam setahun (peluang keandalan
26,02%).
2. Debit air
normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dalam
setahun (peluang keandalan 50,68%).
3. Debit air
rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam
setahun (peluang keandalan 75,34%).
Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui
oleh debit-debit sebanyak 355 hari dalam setahun (peluang keandalan 97,30).
2.4.
Pembangkitan Data Inflow
Terdapat tiga
model yang digunakan dalam perhitungan-perhitungan hidrologi yaitu model
deterministik, model probabilistik, model stokastik. Model stokastik mampu
mengisi kekosongan di antara kedua model tersebut, yaitu mempertahankan
sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan runtun waktu kejadiannya. Termasuk
dalam model stokastik adalah proses perpanjangan runtun data.
Sedangkan
dasar-dasar teknik pembangkitan data dapat dijelaskan seperti berikut, dasar
proses perpanjangan runtun data (generated)
adalah bahwa prosesnya tidak berubah, dalam arti sifat-sifat statistik proses
terhadap runtun data historis tidak berubah terhadap waktu sehingga sifat-sifat
kejadian sesungguhnya dapat dipakai untuk membuat runtun data sintetis yang
panjang. Kegunaan
pembangkitan data debit sungai adalah:
a) Untuk memenuhi kebutuhan tampungan waduk dengan data sintetis
b)
Untuk
membantu perancangan waduk akibat data kurang panjang
c)
Untuk simulasi pengoperasian waduk
Pembangkitan
data dalam hal ini memerlukan proses dimana kekuatan-kekuatan yang saling
bersangkut paut dan menimbulkan pengaruh bertindak menghasilkan suatu rangkaian
waktu (time series). Proses terbaik adalah yang sesuai dengan karakteristik fisik dari
rangkaian waktu tersebut. Sedangkan dari segi pandang stokastik, aliran sungai
bisa dipandang dari empat komponen yaitu:
1)
Komponen
kecenderungan (Tt)
2) Komponen periodik atau musiman (St)
3)
Komponen
korelasi (Kt)
4)
Komponen acak (t)
Yang dapat dikombinasikan secara
sederhana sebagai berikut:
Xt = Tt + St + Kt
+ et ………………….………………..…. (2.10)
Konsep dari metode stokastik adalah pembangkitan data
dengan cara mempertahankan karakteristik data debit historis, melalui parameter
rerata data, standar deviasi dan koefisien korelasi antar waktu.
2.4.1. Bilangan Random
Data debit historis dan sintetik memiliki urutan terjadi berdasarkan
proses acak, serta terletak dalam interval waktu tertentu. Urutan nilai ini
sering disebut rangkaian waktu (time
series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang merupakan anggota dari
suatu rangkaian waktu adalah jumlah dari 2 komponen.
Xi = di + ei ………………..……………………………………...
(2.11)
Dimana komponen
deterministik diperoleh dari nilai parameter-parameternya dan nilai sebelumnya
dari proses, seperti Xi+1, Xi+2 dan seterusnya. Komponen
bilangan acak uniform dengan cara
sebagai berikut:
t1 =
(u1 + u2 + u3 + ………… + u12) – 6 : dst ………..………..…(2.12)
dengan:
t1 dan t2 = bilangan acak normal
u1,u2,u3
= bilangan acak uniform
N1 dan N2 =
bilangan acak normal
u1,u2,u3 = bilangan acak uniform
2.4.2. Metode Thomas–Fiering
Untuk membangkitkan data debit dapat
digunakan model Thomas-Fiering. Model
ini menganggap bahwa setahun terbagi menjadi musim atau terdiri dari 12 bulan.
Dianggap bahwa data aliran adalah x1.1, x1.2,……x1.12,
x2.1, x2.2,……..,xn.12; contoh, indeks pertama
menyatakan tahun dimana aliran terjadi dan kedua berjalan secara siklus dari 1
ke 12.
Prosedur perhitungan:
2.4.3. Uji Hipotesis
Perlu dipastikan tentang keandalan data sebelum dilakukan perhitungan dan
analisis. Untuk itu dilakukan pengujian-pengujian secara statistik. Pengujian
dilakukan untuk memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat
digunakan untuk proses lebih lanjut.
Pengujian statistik lebih ditujukan untuk menguji parameter-parameternya,
antara lain dapat dilakukan dengan membandingkan rerata, variansi, kovariansi,
korelasi dan sebagainya. Sedangkan pada pengujian suatu fungsi, diuji keandalan
parameter-parameter yang membentuk fungsi tersebut.
Hipotesa yang dirumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa
nol atau dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa
alternatif yaitu H1.
2.4.3.1. Uji F
Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F score, lalu membandingkan dengan F tabel. Yang diuji adalah
ketidaktergantungan (independence)
atau keseragaman (homogenitas). Uji
analisis variansi dapat bersifat satu arah atau dua arah.
Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan antara
kelompok sampel (variance between group)
dengan varian kombinasi seluruh kelompok.
Untuk pengaman selanjutnya akan
digunakan uji F dengan analisa variansi yang bersifat dua arah, dengan hipotesa
sebagai berikut:
Hipotesa 1 : Ho = hujan homogen
dari bulan ke bulan.
H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan.
Hipotesa 2 : Ho = hujan homogen dari tahun ke tahun.
H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun.
Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus
berikut:
2.4.3.2. Uji T
Uji
T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah dimana ukuran
sampel n < 30. Untuk mengetahui apakah 2 sampel x1 dan x2
berasal dari populasi yang sama, maka dihitung t score dengan rumus:
Harga t tabel dicari pada tabel distribusi student's t untuk derajat bebas
= N1 + N2 – 2 dan
= (Level of Significance)
misal 5%. Apabila t score
< t tabel, maka H0 diterima, dan jika sebaliknya maka H0
ditolak
2.5. Simulasi Pola Operasi di Waduk
2.5.1. Umum
Tergantung dari kebutuhannya, maka lingkup waktu dari
simulasi mencakup 1 tahun operasi atau lebih. Salah satu operasi dibagi-bagi
menjadi sejumlah periode, misalnya bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan,
maupun harian. Persamaan
umum simulasi operasi waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance).
Aturan
umum dalam simulasi waduk adalah:
1. Air waduk tidak
boleh turun di bawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan, maka batas bawah
tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet waduk.
2. Air waduk tidak
dapat melebihi batas atas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan maka batas atas
tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak spillway.
Apabila terjadi kelebihan air, maka kelebihan ini akan melimpah (spillout).
3. Ada beberapa
waduk (waduk multiguna) yang memiliki batasan debit yang dikeluarkan (outflow), baik debit maksimum atau debit minimum.
2.5.2. Pola
Operasi Waduk Harian dan Waduk Tahunan
Pola operasi waduk adalah suatu acuan pengaturan air
untuk pengoperasian waduk-waduk yang disepakati bersama oleh para pemanfaat air
dan pengelola melalui Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA). Maksudnya adalah
sebagai pedoman pengaturan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan air dan
pengendali banjir, dengan tujuan untuk memenfaatkan air secara optimal dengan
cara mengalokasikan secara proporsional sedemikian sehingga tidak terjadi
konflik antar kepentingan dan pengendalian banjir pada musim hujan.
Waduk tahunan berfungsi sebagai penampung/penyadiaan air
dan pengendali fluktuasi debit yang terjadi selama kurun waktu satu tahun,
sedangkan waduk harian berfungsi sebagai pengatur/pengendali fluktuasi debit
yang terjadi dalam rentang waktu yang relatif pendek, yaitu satu hari saja. Ketersediaan air di waduk tergantung dari
kapasitas waduk dan debit inflow yang
masuk ke waduk. Fluktuasi debit air yang masuk ke waduk sangat dipengaruhi oleh
penutup lahan di hulu waduk.
2.5.3. Simulasi Kapasitas Tampungan Waduk
Dalam situasi atau analisa perilaku operasi waduk
bertujuan untuk mengetahui perubahan kapasitas tampungan waduk. Persamaan yang
digunakan adalah kontinuitas tampungan (mass
storage equation) yang memberi hubungan antara masukan, keluaran dan
perubahan tampungan.
Persamaan
secara matematika dinyatakan, sebagai berikut (Mc Mahon, 1978:24)
St + 1 =
St + Qt – Dt – Et – Lt ……………..……………………(2.23)
Dengan kendala
0<=St+1<=C
dengan:
t = interval waktu yang digunakan
St = tampungan
waduk pada awal interval waktu
St+1 = tampungan waktu pada akhir interval waktu
Qt = aliran masuk selama interval waktu t
Dt = lepasan air selama interval waktu t
Et = evaporasi selama interval waktu t
Lt =
kehilangan-kehilangan air lain dari waduk selama interval waktu t, mempunyai
harga yang kecil dan dapat diabaikan
C =
tampungan aktif (tampungan efektif)
Kapasitas tampungan harus dapat menjamin pasokan
air dengan keandalan pemenuhan 100%.
2.5.4. Simulasi Luas Lahan yang Dapat Diairi
Simulasi luas lahan yang dapat diairi diizinkan dengan
peluang kegagalan maksimum sebesar 20%, untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air
dari kapasitas tampungan yang ada.
Dengan mempertimbangkan luas genangan waduk yang
bervariasi terhadap waktu, maka lebih lanjut persamaan ditulis sebagai berikut
(Sudjarwadi, 1990):
St + 1 =
St + Qt + Rt(A) – Ot – Et – Pt – SPt(A) ……………………(2.24)
dengan:
Rt(A) = hujan yang jatuh ke waduk pada interval
waktu t, sebagai fungsi luas permukaan air waduk
Ot = pengambilan air waduk selama interval
dari t
Et(A) = evaporasi selama interval waktu t, sebagai fungsi luas permukaan di waduk
Pt
= limpahan yang melewati bangunan
pelimpah selama interval waktu t
SPt(A) = rembesan keluar dari waduk selama interval
waktu,
sebagai fungsi luas permukaan air waduk mempunyai harga yang kecil dan
dapat diabaikan
2.6. Outflow Tampungan Waduk
2.6.1. Outflow Melalui Pelimpah
Secara umum, hidrograf adalah
suatu grafik yang menunjukkan keragaman debit (dapat juga limpasan, tinggi muka
air, kecepatan, beban sedimen, dan lain-lain) dengan waktu. Hidrograf periode
pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan cabang turun. Bentuk
umum hidrograf ini dikendalikan oleh faktor-faktor meteorologis (jumlah dan
intensitas curah hujan, dan lain-lain), agihan (agihan areal dan waktu curah
hujan) dan tanah. Karena itu, hidrograf merupakan salah satu tanggapan aliran
sungai terhadap masukan curah hujan.
Hidrograf outflow spillway adalah
grafik hubungan antara debit outflow
spillway dan waktu. Penentuan outflow
spillway harus memperhitungkan liku debit diatas spillway. Untuk waduk kecil, besarnya debit antara hidrograf inflow dan outflow hampir sama, nilai puncak dan perbedaan waktu mencapai
nilai puncak antara hidrograf outflow
dan inflow tidak begitu jauh, jadi
debit inflow yang masuk ke inflow cenderung untuk segera dibuang
dalam jumlah yang sama. Untuk
waduk besar, besarnya debit antara hidrograf inflow dan outflow
memperlihatkan perbedaan yang besar, nilai puncak dan perbedaan waktu mencapai
nilai puncak antara hidrograf outflow
dan inflow cukup jauh, jadi debit inflow yang masuk ke waduk cenderung
ditampung terlebih dahulu, atau dengan kata lain outflow dibuang dalam waktu yang lebih lama. Waduk besar baik
digunakan sebagai pengendali banjir.
2.6.2. Kehilangan Air di Waduk Akibat Evaporasi
2.6.2.1.
Umum
Evaporasi
adalah proses perubahan fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan padat
menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga
evaporasi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak
merata di seluruh daerah (Suyono, 1980:57).
Volume
kehilangan air di waduk karena evaporasi dihitung dengan rumus:
Vew =
Ev(t) x A(t) x t x 10 ……………………..(2.25)
dengan:
Vew = volume evaporasi di waduk (m3)
Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di
alat ukur (mm/hari)
A(t) = luas genangan waduk (km2)
t = jumlah hari (hari)
Sedangkan
kehilangan air di sungai karena evaporasi diperhitungkan dengan asumsi bahwa
keliling basah pada penampang sungai dalam kondisi jenuh dan bersifat
impermeabel. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ves = Ev(t) x L(t) x P x t ………………………………….(.2.26)
dengan:
Ves = volume evaporasi di sungai (m3)
Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat
ukur (mm/hari)
L(t) = lebar muka air
sungai (m)
P = panjang alur sungai (km)
T = jumlah hari (hari)
2.6.2.2. Pengambilan
Data Evaporasi di Waduk
Relatif hanya
sedikit waduk-waduk yang mempunyai perhitungan-perhitungan penguapan yang dapat
diandalkan untuk bisa dijabarkan dari budget
air secara kontinyu, tetapi nilai-nilai dari periode tertentu sering dapat
mengecek atau mengkalibrasikan teknik-teknik lainnya. Bila kondisinya
sedemikian rupa sehingga hasil-hasil yang memuaskan tidak diperoleh dengan
menggunakan budjet air, penguapan dari waduk yang ada dapat ditentukan baik
dengan pendekatan aerodinamis empiris maupun budget energi. Kedua metode ini sebaiknya dipakai dalam jangka
pendek, mengingat mahalnya biaya yang diperlukan.
Pengoperasian stasiun panci (di dekat waduk, tapi tak
cukup dekat untuk terpengaruh secara materiil olehnya) untuk pengambilan data,
relatif tidak mahal dan akan memberikan hasil-hasil evaporasi waduk yang
sebenarnya. Beberapa reabilitas akan diperoleh jika adveksi waduk bersihnya dihitung, tetapi item ini jarang sangat penting kecuali evaporasi musiman atau
bulanan dari penguapan tahunannya diperlukan.
Untuk studi-studi desain waduk, semua data yang
berhubungan bagi daerah tersebut harus dianalisa dengan menggunakan semua
teknik untuk mana datanya cocok bila aspek-aspek ekonomi perencanaan sangat
memungkinkan, jarang terdapat alasan-alasan yang dapat dibenarkan untuk
membangun waduk yang besar sebelum diperoleh pengumpulan data yang
sekurang-kurangnya 1 atau 2 tahun dari panci dan data meteorologi yang
berhubungan dengan lokasi proyek.
2.6.3. Kebutuhan Air
Irigasi
2.6.3.1. Umum
Pengembangan sumber daya air dalam
peningkatan produksi pangan merupakan hal yang penting dalam usaha pertanian,
dimana irigasi merupakan salah satu bagian dari program intensifikasi
pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi merupakan salah satu
bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.
Penggunaan air irigasi ditetapakan
dalam peraturan pemerintah no. 23 pasal 4 dan pasal 7 tahun 1992 tentang irigasi yaitu air irigasi
digunakan untuk mengairi tanaman, selain itu digunakan untuk pemukiman, ternak
dan sebagainya. Untuk memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air
harus sesuai dengan jadwal dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman.
Dalam pembangunan proyek irigasi
banyaknya air diperlukan untuk pertanian harus diketahui dengan tepat, sehingga
pemberian air irigasi dapat diefisienkan dengan maksimal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
banyaknya pemakaian air irigasi adalah:
a.
Jenis
tanaman
b. Cara pemberian
air
c.
Jenis
tanah
d.
Cara pengolahan
dan pemeliharaan saluran serta bangunan (dengan memperhitungkan kehilangan air
berkisar 30% - 40%)
e. Waktu tanam
yang berturutan yang berselang lebih dari dua minggu sehingga memudahkan
pergiliran air
f. Pengolahan
tanah
g.
Iklim
dan cuaca, meliputi; curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban, dan suhu
udara
2.6.3.2. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan total air irigasi yang diukur pada pintu
pengambilan dalam satu periode adalah hasil kali kebutuhan air disawah dengan
faktor efisien dan jumlah hari dalam satu periode penanaman.
Rumus yang digunakan:
dengan:
DR =
kebutuhan air irigasi pada pitu pengambilan (m3).
WR = kebutuhan air
disawah (mm/hari).
A = luas sawah yang diairi (ha).
Ki =
efisiensi irigasi (%).
T =
periode waktu pemberian air (hari).
= jumlah hari dalam 1
periode x 24 jam x 3600 detik.
Perkiraan kebutuhan air disawah:
a. Untuk tanaman
padi
NFR = Cu + Pd + NR + P – Re …….. ………………(2.28)
b.
Untuk
tanaman palawija
NFR = Cu +
P – Re ………………………….……….(2.29)
dengan:
NFR = kebutuhan air bersih disawah (l/dt/ha)
Cu = kebutuhan air tanaman (mm/hari)
Pd = kebutuhan air untuk kebutuhan tanah (mm/hari)
NR = kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)
P = kebutuhan air
karena perkolasi (mm/hari)
Re = hujan efektif (mm)
Perkiraan kebutuhan air irigasi:
a. Untuk tanaman
padi
IR = NFR/e ……………………………..……………..(2.30)
b.
Untuk
tanaman palawija
IR = (Etc
– Re)/e ……………………...……………….(2.31)
dengan:
Etc = penggunaan konsumtif (mm)
P =
kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari)
e =
efisiensi irigasi secara keseluruhan (%)
Langkah-langkah dalam menentukan besarnya kebutuhan air
bagi tanaman dapat ditentukan sebagai berikut:
1.
Menghitung
evaporasi potensial
2.
Menghitung
kebutuhan air tanaman
3.
Menentukan
laju perkolasi lahan
4.
Menentukan
kebutuhan air untuk pengolahan lahan dan pertanian
5.
Menghitung
curah hujan efektif
6.
Menentukan
koefisien tanaman
7.
Menghitung
kebutuhan air disawah
8.
Menentukan
efisien irigasi
9.
Perhitungan
kebutuhan air irigasi
2.6.4. Kebutuhan Air Baku
Nilai-nilai parameter mutu yang dipergunakan untuk
meninjau kecocokan suatu air tertentu bagi pemakaian tertentu sering disebut
kriteria. Kriteria mutu air adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman
dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh pemakainya untuk menetapkan
manfaat-manfaat relatif dari air tertentu, sedangkan baku mutu air biasanya
untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi berbagai bahan kandungan yang dapat
disetujui sesuai dengan tujuan pemanfaatan atau pemanfaatan-pemanfaatannya.
Baku mutu air biasanya didasarkan
pada salah satu atau beberapa hal dibawah ini:
1. Praktik yang
diterapkan atau yang sudah berjalan
2. Perolehan (baku
tersebut harus dapat diperoleh dengan mudah atau dengan wajar)
3. Pemukiran
ilmiah dengan mempergunakan informasi terbaik yang ada
4.
Percobaan-percobaan
5. Pengalaman
berdasarkan akibat terhadap manusia
Dibawah ini disajikan nilai-nilai baku air
minimum berdasarkan ciri-cirinya menurut “Drinking
Water Standard And Guidelines”.
Tabel
2.5. Ciri-Ciri Fisik
Ciri-ciri fisik
|
Batas yang diijinkan
|
Kekeruhan
|
1
satuan
|
Warna
|
15
satuan
|
Bau
|
3
angka ambang bau
|
Sumber : Drinking Water Standard and
Guidelines
Tabel 2.6. Ciri-Ciri Kimiawi dalam
Miligram Perliter
Unsur
|
Batas yang diijinkan
|
|
Estetika
|
Kesehatan
|
|
Atsenikum (As)
Barium (Ba)
Kadmium (Cd)
Klorida
(Cl)
Chromium
Tembaga
(Cu)
Ekstrak Chloroform Carbon (CCC)
Sianida (CN)
Fluorida
(F)
Besi
(Fe)
Timah
(Pb)
Mangan (Mn)
Mercury (Hg)
Bahan methylene biru aktif
Nitrogen nitrat (NO3 sebagai N)
Selenium (Se)
Perak (Ag)
Sulfat (SO4)
Bahan padat terlarut semua
Seng (Zn)
Aldrin
DDT
Dieldrin
Chlordane
Endrin
Hepta chlor
Hepta
chlor epoxide
Lindane
Methoxy
chlor
Toxaphene
Insektisida
organophosphorus
Azodrin
Dichlorvos
Dimethoate
Ethion
Herbisida
chlorophenoxy
2,4-D
2,4,5-T (2,4,5-TP dan silvex)
|
2,50
1,0
0,3
0,05
0,5
2,50
(tak
terbatas)
5,0
0,005
0,003
0,01
0,002
0,02
0,1
0,01
|
0,1
1,0
0,01
0,05
0,7
0,2
0,6-1,8
0,05
0,02
10,0
0,01
0,05
(ditangguhkan)
(ditangguhkan)
(ditangguhkan)
0,003
0,0002
0,0001
0,0001
0,004
0,1
|
Sumber : Drinking Water Standard and
Guidelines
2.6.5. Pembangkit Tenaga Listrik
2.6.5.1. Umum
Tujuan
utama dari konsep dasar ini adalah dalam aspek pengembangan sumber daya air
seperti pemakaian air, pengaturan waduk dan sistem perencanaan menghasilkan hal
yang positif. Sebelum beberapa aspek tersebut memenuhi sasaran maka
konsep dasar dari teknik tenaga air perlu diketahui lebih dalam.
Perencanaan PLTA umumnya terdiri dari perencanaan dengan
tinggi jatuh rendah, perencanaan dengan tinggi jatuh menengah dan perencanaan
dengan tinggi jatuh tinggi.
Perencanaan
dengan tinggi jatuh rendah berkisar antara beberapa feet sampai kurang lebih 50 feet
dengan tujuan mendapatkan debit yang besar. Sedangkan perencanaan dengan
tinggi jatuh menengah berkisar antara 50-200 feet, tentunya dalam merencanakan dam yang tinggi khusus PLTA
adalah cukup mahal sehingga biasanya perencanaan ini dipilih jika kebetulan
pada daerah sungainya ada terjunan. Sedangkan perencanaan dengan tinggi jatuh
tinggi bekisar antara 200-5000 feet.
Perencanaan ini hampir sama dengan perencanaan tipe menengah yaitu menentukan
lokasi yang sesuai, mengalirkan air pada saluran terbuka dengan kemiringan yang
kecil sampai mencapai beda tinggi antara kanal dan sungai bagian bawah tempat
rumah turbin sebesar mungkin sedangkan jarak horisontal antara kanal dan sungai
sekecil mungkin.
2.6.5.2. Turbin
Terdapat dua
jenis turbin, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Pada turbin impuls,
pancaran (jet) air bebas mendorong
bagian turbin yang terbuka yang ditempatkan pada tekanan atmosfir. Pada turbin
reaksi, aliran air terjadi dengan tekanan pada ruang tertutup. Meskipun energi
yang diberikan pada turbin impuls adalah semata-mata energi kinetik sedangkan
turbin reaksi juga memanfaatkan tekanan disamping energi kinetik, tetapi kedua
jenis turbin tersebut tergantung kepada perubahan momentum dari air, sehingga
gaya dinamiklah yang berputar atau runner
dari turbin tersebut.
Untuk
PLTA pada umumnya turbin yang dipakai biasanya turbin reaksi. Pada dasarnya turbin reaksi
dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Turbin
Francis
2.
Turbin
baling-baling
Pada
turbin Francis yang biasa air masuk
kedalam rumah siput dan bergerak kedalam runner
melalui sederet sudut pengatur dengan celah-celah penyempitan yang mengubah tinggi
tekanan menjadi tinggi kecepatan.
Turbin baling-baling adalah suatu mesin yang digerakkan
oleh gerakan aksial dengan runnernya
diletakkan di dalam saluran tertutup. Ada satu jenis lagi turbin reaksi yang
sering dipakai yaitu turbin kaplan. Turbin kaplan adalah suatu turbin
baling-baling dengan daun baling-baling yang dapat bergerak dan gerak majunya
dapat diatur agar sesuai dengan kondisi operasi yang baik.
2.6.5.3. PLTA di Waduk
PLTA di waduk adalah PLTA yang mempunyai tampungan air
yang ukurannya cukup untuk memungkinkan penampungan air kelebihan musim hujan
guna musim kemarau yang dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang lebih
dari pada aliran alamiah minimum. Suatu PLTA aliran sungai biasanya hanya
mempunyai kapasitas waduk yang terbatas dan hanya dapat mempergunakan air bila
memang datang.
Suatu pengembangan tenaga air umumnya meliputi sebuah
bangunan sadap, suatu pipa saluran (pipa pesat) untuk mengaliri air ke turbin,
turbin-turbin dengan mekanisme pengaturnya, generator pelengkapan kontrol dan
tombol penghubung, rumah peralatan, transfromator dan jarak transmisi ke
pusat-pusat distribusi.
Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi
pompa untuk membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu
tertentu diluar itu airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk
pemanfataan yang akan datang. Pompa ini memiliki nilai ekonomis tambahan bagi
jaringan daya yang bersangkutan. Penentuan PLTA di waduk dapat diperhitungkan
tanpa memperhatikan tampungan (ROR = Run
Of River) atau dengan memperhatikan tampungan harian:
a.
PLTA di waduk tanpa tampungan (ROR)
dengan menggambarkan lengkung durasi atau hubungan antar debit dengan
presentasi waktu
b.
PLTA dengan tampungan harian (ROR)
Q2 = a.Q1
……………………………………….…………….....(2.32)
dengan:
Q2 = debit dengan
adanya tampungan
Q1 = debit tanpa adanya
tampungan
a = perbandingan
jumlah jam operasi tanpa adanya tampungan dengan adanya tampungan
Pendekatan
kapasitas terpasang dengan adanya tampungan “a” kali tanpa
adanya tampungan.
Pada waduk yang mempunyai aktif tertentu, waduk
membangkitkan daya PLTA sesuai dengan debit outflow
yang tersedia. Rumus pembangkitan tenaga PLTA adalah sebagai berikut :
Pw = 9,8 EffPLTA . Q .
He……………………………………….(2.33)
dengan :
Pw = daya pembangkit PLTA (kw)
EffPLTA = efisiensi PLTA (%)
Q = debit outflow yang lewat PLTA (m3/det)
He = head efektif dari PLTA (m)
Head efektif
suatu PLTA dapat dicari dari hubungan berikut :
He =
El.MAW – El.TWL – Head loss
………………………….(2.34)
dengan :
El.MAW = elevasi Muka
Air Waduk (m)
El. TWL = elevasi Tail Water Level di saluran tailrace (m)
Head loss =
kehilangan tinggi di penstock dan waterway
2.7. Peluang Kegagalan Operasi Waduk
2.7.1.
Umum
Penilaian
kuantitatif kegagalan waduk dapat didasarkan pada kegagalan menurut jumlah
kejadian (occurance based probability)
maupun jumlah kekurangan air (volume
based probability). Peluang keandalan dalam operasi waduk didefinisikan
sebagai hubungan antara volume waduk dengan volume kebutuhan air, atau bila
dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut:
2.7.2.
Periode Kritis
Periode
kritis (critical period), yaitu
periode dimana sebuah waduk berubah dari kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa
melimpah selama periode tersebut. Awal periode kritis adalah waduk dalam
keadaan penuh, akhir periode kritis adalah ketika waduk pertama kali kosong.
Jadi hanya satu kali kegagalan yang bisa terjadi selama periode kritis.
Definisi tersebut tidak diterima sepenuhnya, misalnya U.S. Army Corps of Engineer (1975)
menetapkan periode kritis mulai dari kondisi penuh melewati kekosongan dan
kembali ke kondisi penuh serta memakai istilah periode muka air surut kritis (Critical drawdown period) terhadap perubahan tingkat penuh ke tingkat kosong.
Selanjutnya yang dipakai dalam analisa adalah definisi dari U.S. Army Corps of Engineer.
2.7.3.
Probabilitas Keandalan Debit
Probabilitas
kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya kejadian
terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan kejadian yang tidak mungkin
(berpeluang atau yang tidak berpeluang). Kejadian suatu peristiwa biasanya
dinamakan keberhasilan, sedangkan kejadian yang tidak mungkin dinamakan
kegagalan.
Probabilitas
keandalan debit adalah suatu kemampuan debit yang tersedia guna memenuhi suatu
perencanaan tertentu sepanjang satu periode, dengan resiko kegagalan yang telah
diperhitungkan.
2.7.4.
Probabilitas Keandalan Tampungan
Suatu waduk lazim dikatakan andal apabila waduk
tersebut mampu menjamin kebutuhan
minimum yang diperlukan. Penentuan
yang didasarkan pada analisa catatan historis tak dapat memberikan bukti-bukti
keandalan suatu waduk. Adapun
probabilitas keandalan tampungan adalah kemampuan suatu tampungan untuk
menyediakan kebutuhan air yang direncanakan guna memenuhi kebutuhan, untuk
lebih jelasnya dapat dipakai kurva-kurva probabilitas lapangan. Kurva tersebut
menunjukan probabilitas bahwa alirannya selama suatu periode dimasa yang akan
datang yang sama dengan panjang rangkaiannya ternyata akan mampu mempertahankan
jumlah kebutuhan yang diingini tanpa mengalami penurunan. Suatu
reabilitas 0,99 menunjukan bahwa hanya 1 dari 100 rangkaian yang akan mengalami
penurunan, misalnya suatu waduk dengan kapasitas tertentu memberikan
jaminan 99 % kesuksesan pengoperasian selama umur proyek.
Terimakasih banyak, sangat membantu..
BalasHapusSemoga berkah ilmunya.. aamiin
terima kasih atas manfaat berbagi ilmunya. Mudah2an Allah SWT membalas kebaikan ini.
BalasHapus